Ernawulan Syaodih
Rasa marah merupakan salah satu bentuk emosi yang terjadi pada anak Taman Kanak- kanak.
Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering diungkapkan pada masa kanak- kanak karena rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banyak, dan pada usia ini anak-anak mengetahui bahwa kemarahan merupakan cara yang efektif untuk memperoleh
perhatian atau memenuhi keinginan mereka.
Frekuensi dan intensitas kemarahan
yang dialami setiap anak berbeda-beda.
Sebagian
anak dapat melawan rangsangan yang menimbulkan kemarahan secara lebih baik dibandingkan dengan anak
lainnya. Kemampuan melawan rangsangan semacam itu pada seorang anak bervariasi dan sangat bergantung pada kebutuhan yang dirintangi, kondisi fisik dan emosi pada saat itu, dan situasi di
mana rangsangan itu terjadi. Seorang anak mungkin bereaksi dengan kejengkelan yang
sedikit, anak yang lainnya mungkin bereaksi dengan ledakan kemarahan, dan anak
lainnya lagi mungkin mengasingkan diri dengan
menunjukkan kekecewaan yang mendalam dan perasaan tidak mampu.
Rangsangan yang menimbulkan kemarahan
Umumnya situsi yang menimbulkan kemarahan meliputi berbagai macam batasan yaitu :
a. rintangan terhadap aktivitas yang diinginkan anak, baik rintangan itu berasal dari orang lain maupun dari ketidakmampuan diri sendiri,
b. rintangan terhadap aktivitas yang sudah mulai berjalan,
c. rintangan terhadap keinginan, rencana, dan niat yang ingin dilakukan anak, dan d. sejumlah kejengkelan yang
bertumpuk.
Pada
tingkatan
umur tertentu
sebagai dari
hal di atas lebih efektif menimbulkan kemarahan dibandingkan dengn tingkatan umur yang lain.
Bayi bereaksi dengan ledakan marah terhadap ketidakenakan fisik yang ringan, rintangan terhadap aktivitas fisik, dan pembebanan paksaan dalam hal perawatan, misalnya pada saat mandi
dan dikenakan pakaian.
Ketidakmampuan
untuk membuat
orang tua atau orang dewasa mengerti melalui ocehan atau usaha berbicara yang
belum saatnya dapat menyebabkan anak jengkel. Di samping itu, anak bayi juga menjadi marah jika orang dewasa atau orang tua tidak memberikan perhatian sebanyak yang anak inginkan, atau
jika milik mereka diambil.
Pada anak-anak prasekolah, menjadi marah karena kondisi yang banyak kesamaannya
dengan kondisi yang menimbulkan kemarahan bayi. Anak terutama tidak menyukai gangguan terhadap milik mereka, dan selalu melawan anak lain yang mencoba meraih mainan mereka atau mengganggu
saat bermain. Anak marah jika mainan atau obyek lainnya tidak sebagaimana yang
mereka kehendaki dan anak marah jika melakukan kesalahan ketika anak melakukan suatu aktivitas tertentu. Anak juga marah jika
disuruh
melakukan sesuatu yang enggan mereka lakukan pada saat itu.
Pada
anak-anak
yang lebih
tua, rintangan
terhadap keinginan, gangguan
terhadap aktivitas yang sedang dilakukan,
selalu
dipersalahkan,
digoda,
digurui,
dan diperbandingkan secara tidak menyenangkan dengan anak
lainnya dapat menimbulkan
kemarahan. Anak-anak yang
lebih tua seringkali menentukan tujuan di luar kemampuan mereka. Jika mereka ggal mencapai tujuan tersebut, mereka marah kepada diri sendiri atau kepada orang yang dianggap merintangi mereka. Mereka juga marah jika mereka atau teman mereka ditegur atau dihukum secara tidak adil atau jika mereka diremehkan, dilalaikan atau dicemoohkan anak lainnya.
Reaksi kemarahan
Reaksi kemarahan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu impulsif dan ditekan. Reaksi impulsif biasanya disebut agresi. Reaksi ini ditujukan kepada manusia, binatang atau obyek. Reaksi ini dapat berupa reaksi fisik atau kata-kata, dapat ringan atau
kuat. Ledakan
kemarahan yang kuat yang disebut temper tantrums adalah khas pada anak-anak
kecil. Anak-anak tidak ragu-ragu melukai
orang lain dengan
cara apapun,
seperti dengan memukul,
menggigit, meludah, menyepak, meninju atau merenggut.
Ekspresi marah yang impulsif lebih umum dibandingkan dengan reaksi yang
ditahan.
Reaksi impulsif muncul lebih awal
dn
lebih tidak dapat diterima secara sosial. Sebagian
besar reaksi marah yang impulsif bersifat menghukum ke luar (extrapunitive)
dalam arti bahwa reaksi itu
ditujukan kepada orang lain. Sebagian reaksi marah bersifat menghukum ke
dalam (intrapunitive)
dalam arti bahwa anak-anak mengarahkan reaksi mereka kepada
diri sendiri.
Reaksi yang ditekan selalu berada di bawah pengendalian atau “ditekan”. Anak-anak mungkin meninjau diri sendiri, mereka berusaha untuk tidak menyalahkan orang atau obyek lain. Mereka mungkin menjadi masa bodoh, memperlihatkan ketidakacuhan atau kurang keberanian. Perilaku semacam ini disebut impunitive atau
membebaskan diri dari hukuman.
Sebenarnya,
anak-anak yang bersikap apatis tidaklah sedemikian acuh tak acuh
terhadap rangsangan yang menimbulkan marah sebagaimana kelihatannya. Anak mungkin hanya mengganggap bahwa perlawanan adalah sia-sia, bahwa lebih baik mereka
merasa frustrasi atau menyembunyikan kemarahan daripada mengekspresikannya dan menanggung resiko hukuman atau penolakan sosial. Mereka mungkin memperlihatkan
kemarahannya dengan cara bersikap menderita, cemberut, mengasihi diri sendiri atau mengancam untuk melarikan diri.
Upaya mengatasi kemarahan anak
a. Jangan ikut marah
Saat anak
sedang mengalami ledakan emosi, baik dengan teriakan maupun tindakan
fisik lainnya, anak tidak akan bisa menerima alasan atau bujukan, tetapi justru terhadap apapun yang orang tua atau orang dewasa lakukan, anak akan merespons
secara negatif. Selain itu, jika orang tua atau orang dewasa tidak bisa menahan
emosi, maka orang tua akan ikutan marah, dan mungkin akan meninggalkan anak
sendirian.
Dengan perlakuan seperti ini anak akan merasa bahwa orang tua telah mengabaikannya, dan semakin membuat anak merasa ketakutan dengan apa yag terjadi.
Anak akan merasa lebih tenang jika orang tua atau orang dewasa tetap berada di dekatnya. Jika memungkinkan, gendong atau peluk anak sehingga anak
akan lebih cepat menenangkan diri.
b. Tetap memegang kendali
Jangan mengikuti permintaan anak yang tidak
realistik atau tidak
bisa diterima hanya
untuk menghindari ledakan emosi anak. Hal ini sering terjadi di
tempat-tempat umum seperti mall, yang mana pada saat anak minta sesuatu orang tua tidak
mengijinkannya, tetapi begitu anak mulai meledak emosinya maka orang tua akan mengabulkannya karena malu dengan lingkungan.
Jika memang anak meminta sesuatu yang diluar toleransi, orang tua harus tegas mengatakan ''TIDAK''. Jika anak menjadi marah besar dan mulai memukul ataupun tindakan lain yang membahayakan, bawalah dia ke tempat yang lebih aman hingga anak menjadi tenang. Katakan bahwa dia dibawa ke tempat tersebut karena tindakannya yang membahayakan. Selama anak belum tenang, jangan memberikan nasehat atas tindakannya, tetapi fokuskan hanya untuk menenangkan dirinya.
Tentunya orang tua mengatakannya tanpa emosi ataupun bernada memarahinya.
No comments:
Post a Comment